Minggu, 22 Maret 2009

6 kemampuan yang Harus diasah untuk Mengoptimalkan kerja Otak

Kali ini saya ingin berbagi tentang 6 kemampuan yang sangat penting untuk kita asah dalam mengoptimalkan kerja otak kita..

Sebenarnya apa saja yang perlu kita asah?

Kita urutkan ya..

1.Kemampuan Mendengar

Usahakan segala sesuatunya dimulai dari mendengar..

Kita mulai first stepnya dari sini ya,terus berlatih agar informasi dan ilmu dapat kita dengarkan dengan baik dan maksimal.Kemampuan mendengarkan yang baik dapat meminimalisir perolehan informasi yang salah maupun kesalah pahaman dalam input informasi.

Next step…yaituu..

2.Kemampuan berfikir

Ini sangat logis khan?setelah anda memperbaiki kemampuan mendengar,anda juga harus mengasah thinking power,kemampuan berfikir..Termasuk di dalamnya menganalisa,think probability atau kemungkinan,berfikir yang logis,tajam dan terpercaya(wah..kayak jargon di tivi..hehe)

Dengan berfikir yang baik,Informasi dan juga ilmu yg telah kita dengarkan,akan semakin efisien menjadi “isi otak”yang bermutu..

Selanjutnya…

3.Kemampuan Membaca

Dalam mencari informasi dan ilmu,mendengarkan saja tidak cukup,apalagi di zaman skrng yang sangaat menuntut kita untuk mandiri termasuk dalam mencari informasi..

It`s better buat kita untuk mempunyai kebiasaan membaca,tidak hanya dari buku-buku tetapi bisa juga dari internet yg kian hari semakin menyajikan bergudang-gudang informasi dan ilmu-ilmu berarti..

Thread ke 3 ini tidak perlu dibahas panjang,kita cukupkan mind set kita dengan “Banyak membaca=banyak ilmu=kerja otak semakin optimal”

Oke,step berikutnya kita harus mengasah..

4.Kemampuan menghafal

Bagaimanapun melimpahnya informasi dan ilmu,baik yg bersumber dari buku maupun internet,menghafal masih sangat sangat diperlukan..

Bisa dibilang ini kebutuhan super primer dalam proses mengoptimalkan otak.

Banyak cases yg memerlukan anda untuk berbicara secara ilmiah,membutuhkan dasar,sumber anda bicara,maupun teori-teori dalam menghadapi permasalahan.Nggak lucu kan,ketika anda menghadapi cases demikian anda harus repot mencari-carinya di buku,atau harus buka internet dulu:D,yah setidaknya anda harus menghafal di mana anda mendapatkan info yang anda peroleh(berupa judul buku,website,perkataan orang,dll).

5.Kemampuan berbicara

Setelah anda mendapatkan informasi dan ilmu dari step-step sebelumnya,anda perlu juga untuk mengasah kemampuan verbal dengan berbicara.Sudah pasti dengan mengasah kemampuan berbicara,pemaksimalan kerja otak akan semakin Up!!

Step ini kita tempatkan ke posisi 5,ini agar apa yang anda bicarakan nantinya “lebih berisi”dan bermutu,karena anda sudah mendapatkan cukup informasi dan ilmu dari step sebelumnya..

Yang terakhir,yaitu..mengasah

6.Kemampuan menulis

Kemampuan menulis ini punya beberapa peran,kalau dilihat dari urutan di sini,menulis berperan untuk mengevaluasi apa yg telah kita dapatkan dari step-step sebelumnya..

Cobalah untuk menuliskan informasi atau ilmu yang sudah kita dapatkan.Saya jamin!jika anda sudah mampu menuliskan info2 dan ilmu yang anda peroleh dengan baik,sudah pasti kemampuan kerja otak anda meningkat dengan suksess!!

Kerja otak anda akan semakin maksimal seiring meningkatnya kemampuan anda di 6 bidang di atas..

Tingkatkan kemampuan satu persatu,ulangi dan ulangi lagi..

Anda sudah bosan?kalau Iya,STOP!untuk bermimpi menjadi yang terbaik!

Gagat sukmono

Ciri Orang Yang Ikhlas

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.

Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

Selasa, 03 Maret 2009

EQ vs IQ: Mengapa Orang Cerdas Gagal?

Mengapa orang yang lebih sosial berhasil sedangkan yang IQ-nya sedang

banyak yang gagal? Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa kecerdasan
emosi (EQ) bukanlah lawan dari kosien kecerdasan (IQ). EQ justeru
melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan
kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi
mempengaruhi fungsi otak dan kecepatan kerjanya (Cryer dalam Kemper).
Penelitian bahkan juga menunjukkan bahwa kemampuan intelektual Albert
Einstein yang luar biasa itu mungkin berhubungan dengan bagian otak
yang mendukung fungsi psikologis, yang disebut amygdala. Meskipun
demikian, EQ dan IQ berbeda dalam hal mempelajari dan mengembangkannya.
IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi
mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak
dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bisa
dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur. Penelitian
justeru menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat
dengan bertambahnya usia. Perbedaan lain, IQ merupakan kemampuan ambang
yang hanya bisa menunjukkan jalan bagi karir kita atau membuat kita
bekerja di bidang tertentu; sedangkan EQ berjalan di jalan itu dan
mempromosikan kita di bidang itu. Oleh karena itu, keseimbangan antara
IQ dan EQ merupakan unsur penting dalam keberhasilan manajerial. Sampai
tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi kompetensi
berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan yang
diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. Sebaliknya, kompetensi dan
ketrampilan berbasis-EQ jauh lebih efektif, terutama pada tingkat
organisasi yang lebih tinggi ketika perbedaan IQ dapat diabaikan. Dalam
studi perbandingan antara orang yang kinerjanya cemerlang dan yang
biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi, perbedaannya 85%
disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman mengatakan
bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda, ternyata EQ
menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan dalam organisasi
secara umum. Kami merujuk kepada studi kasus yang dilakukan oleh Dr.
Goleman dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk menganalisis bagaimana
kompetensi EQ berkontribusi bagi laba yang didapatkan sebuah firma
akuntansi yang besar. Pertama, IQ dan EQ para partisipan diuji dan
dianalisis secara mendalam; kemudian mereka diorganisasi ke dalam
beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok diberi pelatihan
mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti manajemen-diri dan
ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok yang terdiri
atas orang-orang ber-IQ tinggi. Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah
ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat
mencengangkan. Kelompok dengan ketrampilan sosial tinggi menghasilkan
skor peningkatan laba 110% , sementara yang dibekali manajemen-diri
mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $ 1.465.000 per tahun.
Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik tinggi,
yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ memang
meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan
kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong
kinerja. Penulis Mohamed El-Kamony adalah mahasiswa yunior American
University di Cairo yang mengambil bidang utama Administrasi Bisnis
dengan konsentrasi ganda dalam pemasaran dan keuangan.
Daftar Pustaka
EQ vs IQ: Mengapa Orang Cerdas Gagal? oleh Mohamed El-Kamony